BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebudayaan
yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India.
Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan
peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum
kenal dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat
sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau
keraton. Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu.
Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan
kesastraan.
Candi
Prambanan merupakan salah satu peninggalan agama hindu yang ada di Jawa Tengah.
Sedangkan Borobudur adalah merupakan candi peninggalan agama budha. Agama hindu
dan budha masuk di berbagai tempat di Indonesia melalui berbagai jalur, antara
lain pendidikan, perdagangan, dan lain-lain. Agama budha berkembang lebih
dahulu, bahkan untuk beberapa waktu, Indonesia (sriwijaya) pernah menjadi pusat
pendidikan dan pengetahuan agama budha yang bertaraf internasional.
Setelah
itu Pada tahun 30 Hijrih atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari
wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina
untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan
yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah
di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti
Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah
perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan
pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi
dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah. dalam makalah ini akan di bahas
lebih mendalam mengenai sejarah perkembangan islam di Indonesia.
A. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan
masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
masuknya agama hindu-budha di indonesia?
2. Bagaimana
masuknya agama islam di indonesia?
4. Bagaimana
perpaduan tradisi lokal, hindu-budha, dan islam di indonesia
?
B. TUJUAN
Adapun tujuan yang
ingin dicapai dalam makalah ini adalah :
1. Menjelaskan
kepada pembaca masuknya agama hindu-budha di indonesia.
2. Memaparkan
masuknya agama islam di indonesia kepada pembaca.
4. Menjelaskan
perpaduan tradisi lokal, hindu-budha, dan islam di
indonesia kepada pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MASUKNYA AGAMA
HINDU DAN BUDHA DI INDONESIA
Agama Hindu dan Budha berasal dari Jazirah India yang
sekarang meliputi wilayah negara India, Pakistan, dan Bangladesh. Kedua agama
ini muncul pada dua waktu yang berbeda (Hindu: ±1500 SM, Budha: ±500 SM), namun
berkembang di Indonesia pada waktu yang hampir bersamaan. Munculnya agama Hindu
dan Budha di Indonesia berawal dari hubungan dagang antara pusat Hindu Budha di
Asia seperti China dan India dengan Nusantara. Hubungan dagang antara
masyarakat Nusantara dengan para pedagang dari wilayah Hindu Budha inilah yang
menyebabkan adanya asimilasi budaya, sehingga agama Hindu dan Budha lambat laun
mulai berkembang di Nusantara.
Kepulauan
Nusantara yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) serta oleh dua
samudra (Hindia dan Pasifik), mempunyai letak yang sangat strategis dalam jalur
perdagangan dunia kala itu. Hal ini membuat para pedagang asing dari
negeri-negeri lain seperti Cina, India, Persia, dan Arab sering singgah di
kepulauan Nusantara. Para pedagang asing ini tidak hanya berkepentingan untuk
berdagang di Nusantara. Mereka juga menjalin interaksi secara sosial budaya
dengan masyarakat lokal, sehingga masuklah pengaruh-pengaruh kebudayaan mereka
ke Nusantara, termasuk pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha. Sebenarnya ada
beberapa teori yang diajukan oleh para ahli mengenai siapa sebenarnya yang
membawa agama Hindu dan Budha di Indonesia, berikut adalah beberapa
teori/hipotesa mengenai masuknya agama hindu dan budha di indonesia.
1. Teori
Brahmana
Teori yang diprakarsai oleh Van Leur ini menyatakan
bahwa kaum Hindu dari kasta Brahmanalah yang mempunyai peran paling besar dalam
proses masuknya agama dan budaya Hindu di Indonesia. Hal ini mengingat bahwa
Kitab Weda ditulis dengan Bahasa Sansekerta yang hanya dipahami oleh kaum
Brahmana. Para Brahmana yang berasal dari pusat-pusat Hindu di dunia ini datang
karena undangan para penguasa lokal yang ingin yang ingin mengetahui lebih
lanjut mengenai agama Hindu. Para raja/penguasa pribumi tersebut adalah penganut
kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum datangnya pengaruh Hindu dan Budha.
2. Hipotesa
Ksatria
Menurut teori yang diusung oleh C.C. Berg ini,
agama Hindu dibawa ke Indonesia oleh kaum ksatria (kaum prajurit kerajaan). Hal
ini terjadi karena pada awal abad Masehi sering terjadi kekacauan politik di
India sehingga sering terjadi perang antargolongan di negeri ini. Para prajurit
perang yang terdasak musuh atau telah jenuh berperang akhirnya meninggalkan
tanah air mereka. Diantara para ksatria yang mencari tempat pelarian ini,
sebagian ada yang mencapai Indonesia. Mereka inilah yang kemudian membuat
koloni dan beralkulturasi dengan penduduk lokal. Hal ini membuat semakin banyak
masyarakat lokal yang menganut agama Hindu, pada perkembangan berikutnya, akhirnya
lahirlah kerajaan Hindu di Nusantara.
3. Hipotesa
Waisya
Menurut teori ini, kaum Hindu dari kasta Waisya
adalah yang paling berjasa dalam penyebaran agama Hindu di Indonesia. Kaum
Waisya adalah mereka yang berasal dari kalangan pekerja ekonomi seperti pedagang
dan saudagar. Para pedagang yang berasal dari India atau pusat-pusat Hindu lain
di Asia ini banyak melakukan hubungan dagang dengan masyarakat atau penguasa
pribumi. Hali inilah yang membuka peluang bagi masuknya agama Hindu di
Indonesia. Teori Waisya ini diprakarsai oleh Dr. N. J. Krom.
4. Hipotesa
Sudra
Orang-orang yang tergolong dalam Kasta Sudra adalah
mereka yang dianggap sebagai orang buangan. Kaum Sudra ini diduga datang ke
Indonesia bersama kaum Waisya atau Ksatria. Karena datang dalam jumlah yang
sangat besar, kaum Sudra inilah yang telah memberikan andil paling besar
terkait masuknya agama Hindu ke Indonesia.
Meskipun
disampaikan oleh para ahli, keempat teori diatas tetap mempunyai kelemahannya
masing-masing. Hal tersebutkarena kitab Weda yang merupakan kitab suci agama
Hindu ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan Pallawa yang notabene hanya
dikuasai oleh kaum Brahmana. Kaum Ksatria, Waisya, dan Sudra tentu saja akan
sangat kesulitan menyebarkan agama Hindu di Indonesia karena mereka tidak
memahami Bahasa Sansekerta yang merupakan bahasa dalam kitab Weda. Namun
demikian, menurut kepercayaan India kuno, kaum Brahmana tidak boleh
menyeberangi lautan sehingga hampir mustahil untuk kaum Brahmana menyebarkan
Hindu di Indonesia Secara langsung.
Karena
keempat teori yang saya sampaikan diatas memiliki banyak kelemahan, maka
muncullah teori lain yaitu teori arus
balik. Teori ini dicetuskan oleh F.D.K Bosch, menurutnya Agama Hindu
masuk ke Indonesia karena dibawa oleh orang Indonesia sendiri. Orang-orang
Indonesia yang membawa Agama Hindu ke Indonesia ini berasal dari golongan
pemuda yang memang sengaja dikirim oleh para penguasa pribumi untuk mempelajari
agama Hindu dan Budha di India. Setelah selesai belajar di India, mereka
kemudian pulang ke Nusantara lalu mulai menyebarkan agama Hindu atau Budha.
B. MASUKNYA AGAMA
ISLAM DI INDONESIA
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M,
kepemimpinan Islam dipegang oleh para khalifah. Dibawah kepemimpinan para
khalifah, agama Islam mulai disebarkan lebih luas lagi. Sampai abad ke-8 saja,
pengaruh Islam telah menyebar ke seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, dan
Spanyol. Kemudian pada masa dinasti Ummayah, pengaruh Islam mulai berkembang
hingga Nusantara.
Sejarah mencatat, kepulauan-kepulauan Nusantara merupakan
daerah yang terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Hal
tersebut membuat banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia datang ke
Nusantara untuk membeli rempah-rempah yang akan dijual kembali ke daerah asal
mereka. Termasuk para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat. Selain
berdagang, para pedagang muslim tersebut juga berdakwah untuk mengenalkan agama
Islam kepada penduduk lokal.
Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk
ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim.
Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan Islam masuk ke
Indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut.
Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses masuknya
Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.
- Teori Gujarat, Teori yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje ini menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Kambay (Gujarat), India.
- Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein Hidayat. Teori Persia ini menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena adanya beberapa kesamaan antara kebudayaan masyarakat Islam Indonesia dengan Persia.
- Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujarat. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekkah (arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari Cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
Sebuah batu nisan
berhuruf Arab milik seorang wanita muslim bernama Fatimah Binti Maemun yang
ditemukan di Sumatera Utara dan diperkirakan berasal dari abad ke-11 juga
menjadi bukti bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia jauh sebelum abad
ke-13.
Proses
Masuknya Islam di Indonesia
Proses masuknya islam ke
Indonesia dilakukan secara damai dengan cara menyesuaikan diri dengan adat
istiadat penduduk lokal yang telah lebih dulu ada. Ajaran-ajaran Islam yang
mengajarkan persamaan derajat, tidak membeda-bedakan si miskin dan si kaya, si
kuat dan si lemah, rakyat kecil dan penguasa, tidak adanya sistem kasta dan
menganggap semua orang sama kedudukannya dihadapan Allah telah membuat agama
Islam perlahan-lahan mulai memeluk agama Islam.
Proses masuknya Islam ke
Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan dengan cara- cara sebagai
berikut.
- Melalui Cara Perdagangan
Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan laut yang
menghubungkan antara China dan daerah lain di Asia. Letak Indonesia yang sangat
strategis ini membuat lalu lintas perdagangan di Indonesia sangat padat karena
dilalui oleh para pedagang dari seluruh dunia termasuk para pedagang muslim.
Pada perkembangan selanjutnya, para pedagang muslim ini banyak yang tinggal dan
mendirikan perkampungan islam di Nusantara. Para pedagang ini juga tak jarang
mengundang para ulama dan mubaligh dari negeri asal mereka ke nusantara. Para
ulama dan mubaligh yang datang atas undangan para pedagang inilah yang diduga
memiliki salah satu peran penting dalam upaya penyebaran Islam di Indonesia.
- Melalui Perkawinan
Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim
dianggap sebagai kelangan yang terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa
pribumi tertarik untuk menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini.
Sebelum menikah, sang gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Pernikahan
secara muslim antara para saudagar muslim dengan penguasa lokal ini semakin
memperlancar penyebaran Islam di Nusantara.
- Melalui Pendidikan
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan
setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di
pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang
telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan akan mendakwahkan Islam di
kampung masing-masing.
- Melalui Kesenian
Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk
menyebarkan islam kepada penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh
terpandang yang mementaskan wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang
yang dipentaskan biasanya dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang
kemudian disisipi dengan nilai-nilai Islam.
Keragaman
suku bangsa yang tersebar di Nusantara merupakan kondisi objektif yang penting dan
sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses penyebaran dan pembentukan tradisi
Islam di Indonesia. Perbedaan suku bangsa itu tidak hanya menyangkut perbedaan
bahasa, adat istiadat, dan sistem sosio-kultural pada umumnya, tetapi juga
perbedaan orientasi nilai yang menyangkut sistem keyakinan dan keragaman
masyarakat.
Setiap
suku bangsa, selain memiliki kepercayaan lokal masing-masing, juga memiliki
sistem pengetahuan dan cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Masuknya unsur baru dalam kehidupan tentu saja mendapat reaksi yang
berbeda-beda. Adanya hukum adat yang terbentuk dari tradisi sosial budaya
masyarakat setempat merupakan bentuk paling jelas dari institusi lokal yang
mengatur tatanan masyarakat. Berdasarkan pengelompokan yang diperkenalkan oleh
pelopor studi hukum adat, Van Vollenhoven, terdapat Sembilan belas wilayah
hukum adat yang mengisyaratkan agama Islam tersosialisasikan dalam masyarakat
yang memiliki ciri adat tertentu. Interaksi antara hukum Islam dan hukum adat
yang tinggi telah ada sebelum Islam menjadi perdebatan diberbagai daerah.
Daerah yang keterkaitannya dengan adat begitu tinggi dan paling intens menerima
proses islamisasi antara lain Aceh, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan.
Terutama menyangkut persoalan untuk mempertemukan atau menyelaraskan agama dan
adat dalam kehidupan sehari-hari.
Kepercayaan
dan tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa-sisa tradisi
meghalithikum (adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu
besar, seperti menhir adalah tugu yang melambangkan arwah nenek moyang sehingga
menjadi benda pujaan. Dolmen adalah bentuknya seperti meja batu berkakikan
tiang satu dan merupakan tempat sesaji). Pada dasarnya tertumpu pada keyakinan
tentang adanya aturan tetap yang mengatasi segala yang terjadi dalam alam
dunia. Tradisi kepercayaan dan sistem sosial budaya adalah produk masyarakat
lokal dalam menciptakan keteraturan. Seperti tradisi lokal itu adalah melakukan
upacara adat, menghadirkan tata cara menanam dan memanen, melakukan selamatan
serta melakukan upacara peralihan hidup.
Contoh lain tradisi lokal:
Di
Tapanuli, kepercayaan lokal dikenal dengan nama parmalim atau agama si Raja
Batak. Di Kepulauwan Mentawai disebut Sabulungan, di Dayak disebut Kaharingan,
di Toraja disebut Aluk to dolo. Di Sulawesi Tengah di sebut Parandangan, di
Sumbawa disebut Baramarapu, di Nias disebut Ono niha. Di Sika (Maumere) disebut
Ratu bita bantara. Kepercayaan lokal tersebut memang berbeda di setiap daerah,
hal itu menunjukkan keragaman budaya yang ada di Indonesia.
Kemudian
tadi dijelaskan mengenai kebudayaan megalithikum yang belum disebutkan adalah
ada juga arca-arca (ini mungkin melambangkan nenek moyang mereka dan menjadi
pemujaan), kubur batu (peti mayat dari batu yang keempat sisinya berdindingkan
papan-papan batu, alas dan bidang atasnya juga dari papan batu). Punden
berundap-undap (yaitu bangunan pemujaan yang tersusun berttingkat-tingkat).
Pada umumnya kebudayaan megalithikum ini terdapat di seluruh Indonesia seperti
di Sumatera, Bali, Jawa, dan Sulawesi. Di samping itu masyarakat Jawa telah
mengenal cerita wayang dan ini adalah merupakan asli budaya Jawa.
Indonesia
sejak zaman neolithikum atau zaman batu muda di mana alat yang dibuat sudah
diasah sehingga menjadi halus dan indah. Dikatakan bahwa sejak zaman
Neolithikum bangsa Indonesia telah mengenal:
1. Cara
pertanian padi
2. Mengenal
alat pemotong padi
3. Teknik
pembuatan batik
4. Peternakan
5. Teknik
pembuatan periuk belanga
6. Membuat
alat-alat dari logam
7. Pembuatan
rumah panggung
8. Mendirikan
monument (bangunan pemujaan)
9. Sudah
mengenal organisasi pemerintahan secara teratur yang dikepalai Kepala Desa dan
menurut Adat
10. Membuat/menggunakan mata uang.
D. PERPADUAN
TRADISI LOKAL, HINDU-BUDHA, DAN ISLAM DI INDONESIA
Bersamaan dengan masuk dan
berkembangnya agama Islam, berkembang pula kebudayaan Islam di Indonesia. Unsur
kebudayaan Islam itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
Indonesia tanpa menghilangkan kepribadian Indonesia, sehingga lahirlah
kebudayaan baru yang merupakan akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam.
Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam itu juga mencakup unsur kebudayaan
Hindu-Budha. Perpaduan kebudayaan Indonesia dan Islam, antara lain dapat
dilihat sebagai berikut:
*
Seni Bangunan. Misalnya bangunan makam. Makam
sebagai hasil kebudayaan zaman Islam mempunyai ciri-ciri perpaduan antara unsur
budaya Islam dan unsur budaya sebelumnya, seperti berikut ini;
Fisik
Bangunan. Pada makam Islam sering kita jumpai bangunan kijing atau jirat
(bangunan makam yang terbuat dari tembok batu bata) yang kadang-kadang disertai
bangunan rumah (cungkup) di atasnya. Dalam ajaran Islam tidak ada aturan
tentang adanya kijing atau cungkup. Adanya bangunan tersebut merupakan ciri
bangunan candi dalam ajaran Hindu-Budha. Tidak berbeda dengan candi, makam
Islam, terutama makam para raja, biasanya dibuat dengan megah dan lengkap
dengan keluarga dan para pengiringnya. Setiap keluarga dipisahkan oleh tembok
dengan gapura (pintu gerbang) sebagai penghubungnya. Gapura itu belanggam seni
zaman pra-Islam, misalnya ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu)
dan ada yang berbentuk candi.
Tata
Upacara Pemakaman. Pada tata cara upacara pemakaman terlihat jelas dalam bentuk
upacara dan selamatan sesudah acara pemakaman. Tradisi memasukkan jenazah dalam
peti merupakan unsur tradisi zaman purba (kebudayaan megalithikum yang mengenal
kubur batu) yang hidup terus menerus sampai sekarang. Demikian pula, tradisi
penaburan bunga di makam dan upacara selamatan tiga hari, tujuh hari, empat
puluh hari, seratus hari, dan seribu hari untuk memperingati orang yang telah
meninggal merupakan unsur Islam dan juga unsur agama Hindu-Budha. Dan hingga
saat ini tetap dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Islam.
Penempatan
Makam. Dalam penempatan makampun terjadi akulturasi antara kebudayaan lokal,
Hindu-Budha dan Islam. Misalnya, makam terletak di tempat yang lebih tinggi dan
dekat dengan masjid. Contohnya, makam raja-raja Mataram yang terletak di bukit
Imogiri dan makam para wali yang berdekatan dengan masjid. Dalam agama
Hindu-Budha makam dalam candi.
*
Bangunan Masjid. Bangunan masjid merupakan salah
satu wujud budaya Islam yang berfungsi sebagai tempat ibadah. Dalam sejarah
Islam, masjid memiliki perkembangan yang beragam sesuai dengan daerah tempat
berkembangnya. Di Indonesia, masjid mempunyai bentuk khusus yang merupakan
perpaduan budaya Islam dengan budaya setempat. Perpaduan budaya pada bangunan
masjid terlihat pada;
Bentuk
Bangunan. Bentuk masjid di Indonesia, terutama di pulau Jawa, bentuknya seperti
pendopo (balai atau ruang besar tempat rapat) dengan komposisi ruang yang
berbentuk persegi dan beratap tumpang. Cirri khusus bangunan masjid di Timur
Tengah biasanya bagian atapnya berbentuk kubah, tetapi di Jawa diganti dengan
atap tumpang dengan jumlah susunan bertingkat dua, tiga, dan lima.
Menara.
Menara merupakan bangunan kelengkapan masjid yang dibangun menjulang tinggi dan
berfungsi sebagai tempat menyerukan azan, yaitu tanda datangnya waktu shalat.
Di Jawa terdapat bentuk menara yang dibuat seperti candi dengan susunan bata
merah dan beratap tumpang, seperti menara masjid Kudus (Jawa Tengah).
Letak
Bangunan. Dalam ajaran Islam, letak bangunanmasjid tidak diatur secara khusus.
Namun, di Indonesia, penempatan masjid khususnya masjid agung, diatur
sedemikian rupa sesuai dengan komposisi mocopat (yaitu masjid ditempatkan di
sebelah barat alun-alun), dan dekat dengan istana (keraton) yang merupakan
symbol tempat bersatunya rakyat dengan raja di bawah pimpinan imam. Selain itu,
adanya kentongan atau bedug yang dibunyikan di masjid Indonesia sebagai
pertanda masuknya waktu shalat. Hal itu juga menunjukkan adanya unsur Indonesia
asli. Bedug atau kentongan tidak ditemukan pada masjid di Timur Tengah.
*
Seni Rupa. Wujud akulturasi kebudayaan Indonesia
dan islam pada seni rupa dapat dilihat pada ukiran bangunan makam. Hiasan pada
jirat (batu kubur) yang berupa susunan bingkai meniru bingkai candi. Pada
dinding rumah, makam dan gapura terdapat corak dan hiasan yang mirip dengan corak
dan hiasan yang terdapat pada Pura Ulu Watu dan Pura Sakenan Duwur di Tuban
(Jawa Timur). Salah satu cabang seni rupa yang berkembang pada awal penyebaran
agama Islam di Indonesia adalah seni kaligrafi. Kaligrafi tersebut biasanya
digunakan untuk menghias bangunan makam atau masjid.
*
Aksara. Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam
dalam hal aksara diwujudkan dengan berkembangnya tulisan Arab Melayu di
Indonesia, yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menulis dalam bahasa Melayu.
Tulisan Arab Melayu tidak menggunakan tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan
Arab. Tulisan Arab Melayu disebut dengan istilah Arab gundul.
*
Seni Sastra. Kesusastraan pada zaman Islam banyak
berkembang di daerah sekitar selat Malaka (daerah Melayu) dan Jawa. Pengaruh
yang kuat dalam karya sastra pada zaman Islam berasal dari Persia. Misalnya,
Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, dn Cerita 1001 Malam. Di samping
itu, pengaruh budaya Hindu-Budha juga terlihat dalam karya sastra Indonesia.
Misalnya, Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama, Hikayat Kuda Semirang, dan
Syair Panji Semirang.
Cara penulisan karya sastra pada zaman Islam
dilakukan dalam bentuk gancaran dan tembang. Di Jawa, tembang merupakan suatu
bentuk yang lazim, tetapi di daerah Melayu, tembang dan gancaran ada semua. Cerita
yang ditulis dalam bentuk gancaran disebut hikayat, sedangkan cerita yang
ditulis dalam bentuk tembang disebut syair. Di daerah Melayu, karya sastra itu
ditulis dengan menggunakan huruf Arab, sedangkan di Jawa, naskah itu ditulis
dengan menggunakan huruf Jawa dan Arab (terutama yang membahas soal keagamaan).
*
Sistem Pemerintahan. Pengaruh agama Islam di
Indonesia juga terjadi dalam bidang pemerintahan sehingga terjadi akulturasi
antara kebudayaan Islam dan kebudyaan pra-Islam. Sebelum masuknya agama Islam,
di Indonesia telah berkembang sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan. Raja
mempunyai kekuasaan besar dan bersifat turun-temurun. Masuknya pengaruh Islam
mengakibatkan perubahan struktur pemerintahan dalam penyebutan raja. Raja tidak
lagi dipanggil maharaja, tetapi diganti dengan julukan sultan atau sunan
(susuhunan), panembahan, dan maulana. Pada umumnya nama raja pun disesuaikan
dengan nama Islam (Arab).
Akulturasi dalam penyebutan nama raja di Jawa lebih
kelihatan karena raja tetap memakai nama Jawa dibelakang gelar sultan, sunan,
atau panembahan, seperti Sultan Trenggono. Di samping itu, juga muncul tradisi
baru di Jawa, yaitu pemakaian gelar raja secara turun-temurun, sedangkan untuk
membedakan raja yang satu dengan yang lainnya ditentukan dengan menambah angka
urutan di belakang gelar, seperti Hamengkubuwono I, II, III, dan seterusnya.
Begitu pula, dengan sistem pengangkatan raja pada
masa berdirinya kerajaan Islam di Nusantara tetap tidak mengabaikan cara-cara
pengangkatan raja pada masa sebelumnya. Di Kerajaan Aceh, tata cara
pengangkatan raja diatur dalam permufakatan hukum adat.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masuk dan
berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha dari India ke Indonesia
terjadi karena adanya hubungan antara bangsa Indonesia, India, dan
bangsa-bangsa lainnya di kawasan Asia Selatan ,Timur, dan Tenggara. Hubungan
tersebut tidak hanya terjadi melalui perdagangan tetapi juga terjadi melalui
kegiatan politik dan diplomasi, pelayaran, pendidikan,d an kebudayaan. Melalui lalu
lintas tersebut, terjadi pertukaran barang, pengalaman, dan kebudayaan Hindu
dan Buddha. Pendapat mengenai proses masuk dan berkembangnya kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia, yaitu hipotesis Waisya, Hipotesis Ksatria, Hipotesis
Brahmana dan teori Arus Balik. Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan
Hindu-Budha membawa pengaruh besar di berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang
memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain
: Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno,
Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit.
Islam datang ke
Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Kala itu, Majapahit
masih menguasai sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah Indonesia.
Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur
perdagangan, sama seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu dan Buddha.
Melalui aktifitas niaga, masyarakat Indonesia yang sudah mengenal Hindu-Buddha
lambat laun mengenal ajaran Islam. Persebaran Islam ini pertama kali terjadi
pada masyarakat pesisir laut yang lebih terbuka terhadap budaya asing. Setelah
itu, barulah Islam menyebar ke daerah pedalaman dan pegunungan melalui
aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik.
Proses masuknya agama
Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal,
melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Dan dalam perkembangan
selanjutnya bermunculan banyak kerajaan-kerajaan islam di Indonesia seperti
samudera pasai dan kerajaan-kerajaan islam lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar